Kamis, 29 Januari 2009

analisis sperma

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari Bahasa Yunani Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari sistem reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon sebagai gamet jantan sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru oleh karena itu di dalam reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas spermatozoa. Analisis sperma yang dimaksud meliputi pemeriksaan jumlah milt yang dapat distriping dari seekor ikan jantan masak kelamin, kekentalan sperma, warna, bau, jumlah spermatozoa mati, motilitas (bila mungkin kemampuan gerak per menit) dan morfologi (ukuran dan bentuk kepala, ukuran ekor, berbagai penyimpangan, ada tidaknya akrosoma).
Penggunaan ikan nilem sebagai preparat pada praktikum kali ini karena ikan nilem mudah didapatkan, ukuran tidak terlalu besar, murah, sehat dan produk telurnya relatif tinggi. Pemeriksaan sperma ikan nilem ini dapat diaplikasikan terhadap spesies lain, misal pada ikan mas, ikan paus, atau pada clasiss clasiss lain.



B. Tujuan
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui warna, bau, volume, pH, motilitas, dan jumlah sperma yang dimiliki oleh ikan Nilem jantan (Osteochillus hasselti ♂).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Osteochillus hasselti adalah suatu jenis ikan yang hidup di air tawar, baik sungai, rawa-rawa, kolam maupun danau. Nama Indonesia untuk Osteochillus hasselti adalah ikan nilem, milem, lehat, mangut, regis, muntu, palau, assang dan penupu karet. Ikan nilem dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada ketinggian 500-800 m dp dan lebih menyukai pada perairan air jernih, mengalir dengan dasar berpasir atau berbatuan kecil-kecil. Ikan dewasa berukuran dari 100 hingga 200 g.
Ikan jantan masak kelamin setelah berumur kurang lebih 8 bulan. Berat testis lebih ringan dibandingkan berat ovarium pada ikan yang sama umurnya, tetapi panjangnya dapat dikatakan sama. Kedua testis dapat dihasilkan sekitar 1-1,5 ml milt (dalam keadaan ejakulasi alami), tetapi pada striping paling banyak diperoleh 1 ml milt. Testis ikan nilem berbentuk memanjang atau berlobi. Spermatozoa dari testis lewat ductules efferentes masuk kedalam ductus longitudinal testis. Ductus ini berkelok-kelok (konvoluntes) dan ujung anteriornya sering ditetapkan sebagai epididimis ( Jamieson, 1991).
Sperma adalah sel yang diproduksi oleh organ kelamin jantan dan bertugas membawa informasi genetik jantan ke sel telur dalam tubuh betina. Spermatozoa berbeda dari telur yang merupakan sel terbesar dalam tubuh organisme adalah gamet jantan yang sangat kecil ukurannya dan mungkin terkecil. Spermatozoa secara struktur telah teradaptasi untuk melaksanakan dua fungsi utamanya yaitu menghantarkan satu set gen haploidnya ke telur dan mengaktifkan program perkembangan dalam sel telur (Sistina, 2000).
Secara struktur spermatozoa dicirikan sebagai sel yang “terperas”, sangat sedikit sekali kandungan sitoplasmanya. Spermatozoa memiliki organel-organel yang sangat sedikit dibandingkan sel lainnya. Spermatozoa tidak memiliki ribosom, retikulum endoplasmik dan golgi. Sebaliknya spermatozoa memiliki banyak sekali mitokondria yang letaknya sangat strategis untuk pengefisiensian energi yang diperlukan. Secara struktur ada dua bagian yaitu kepala dan ekor (Soeminto, 1993).
Kepala spermatozoa bentuknya bervariasi. Isinya adalah inti (di dalamnya terkandung material genetik) haploid yang berupa kantong berisi sekresi-sekresi enzim hidrolitik. Spermatozoa yang kontak dengan telur, isi akrosomnya dikeluarkan secara eksositosis yang disebut dengan reaksi akrosom (Sistina, 2000).
Ekor sperma terdiri atas tiga bagian yaitu middle piece, principal piece dan end piece. Ekor ini berfungsi untuk pergerakan menuju sel telur. Ekor yang motil itu pada pusatnya sama seperti flagellum memiliki struktur axoneme yang terdiri atas mikrotubul pusat dikelilingi oleh Sembilan doblet mikrotubul yang berjarak sama satu dengan yang lainnya. Daya yang dihasilkan mesin ini memutar ekor bagaikan baling-baling dan memungkinkan sperma meluncur dengan cepat. Keberadan mesin pendorong ini tentunya membutuhkan bahan bakar yang paling produktif yaitu gula fruktosa yang telah tersedia dalam bentuk cairan yang melingkupi sperma (Anonymous, 2006).
Bentuk sperma ada yang normal ada pula yang tidak normal. Dibawah ini adalah bentuk sperma yang abnormal menurut Anton Darsono Wongso (2007):
Makro : 25 % > kepala normal
Mikro : 25 % <>
Taper : kurus, lebar kepala ½ yng normal, tidak jelas batas akrosom, memberi gambaran cerutu
Piri : memberi gambaran ”tetesan air mata”
Amorf : Bentuk kepala yg ganjil, permukaan tidak rata, tidak jelas batas akrosom
Round : bentuk kepala seperti lingkaran, tidak menunjukkan akrosom
Piri : tidak jelas adanya kepala yg nyata, tampak midpiece dan ekor saja
Cytoplasmic droplet : menempel pada kepala atau midpiece, lebih cerah
Ekor abnormal : pendek / spiral / permukaan tidak halus / ganda


III. MATERI DAM METODE
A.Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Mikroskop cahaya, bilik hitung (hemocytometer), pipet eliason, pipet lekosit, gelas obyek, gelas penutup, pH indicator, gelas pengaduk, kertas penghisap/tissue, bak preparat, alat tulis.Bahan-bahan yang digunakan adalah sperma/milt segar, oli imersi, xylol, larutan Nacl, larutan Ringer, larutan George, larutan Giemsa, ether alcohol.



B. Metode
Cara kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.Ikan jantan disiapkan yang telah diketahui masak kelamin.
2.Dilakukan striping pada tubuh ikan bagian bawah dan disiapkan spluit injeksi untuk mengambil milt yang keluar.
3.Diambil milt sebanyak-banyaknya lalu ditampung di cawan.
4.Milt dalam cawan diberi larutan Ringer/garam fisiologis sebanyak 0,9 ml (2x).
5.Diambil milt 0,1 ml untuk masing-masing kelompok.
6.Dilakukan pengamatan pada :
a.Motilitas
Diambil sperma yang diencerkan secukupnya, diletakkan pada objek glass, diberi sedikit air untuk aktifasi lalu ditutup dengan cover glass.
b.Jumlah sperma
Dicari bilik jantung pada hemocytometer, sperma dimasukkan ke dalam bilik hitung hingga terisi penuh.
c.Morfologi
Sperma diambil lalu diletakkan pada objek glass, dibuat apusan dengan cara sebagai berikut :
Sperma yang telah diencerkan diteteskan ke dalam objek glass.
Digeser/ditarik ke belakang sedikit lalu ke depan.
Dikeringanginkan.
Dicelupkan ke dalam larutan giemsa selama 30 menit.
Dikeringanginkan.
Lalu dicuci dengan air yang mengalir.
Dikeringanginkan lalu diamati.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil
I. Warna : Putih susu
II. Bau : Amis
III. pH : 7
IV. Volume : 0,1 ml
V. Bilik hitung :


VI. Motilitas : a. Kelompok I 60 %
b. Kelompok II 80 %
c. Kelompok III 80 %
d. Kelompok IV 5 %
e. Kelompok V 90 %
VII. Jumlah spermatozoa : Kiri atas : 29
Kanan atas : 26
Tengah : 44
Kiri bawah : 24
Kanan bawah : 38
Jumlah : 161
Pengenceran (1000) x 161/5 x 2,5 x 105 = 8050 juta sel/ml
VIII. Morfologi spermatozoa :




B. Pembahasan
Gamet jantan pada umumnya berukuran relatif kecil, tanpa atau sedikit sekali cadangan makanan, aktif bergerak (motil) dan dibentuk dalam jumlah besar. Spermatozoa dihasilkan terus menerus tiap hari. Tapi bagi hewan yang memiliki musim kawin penghasilan itu lebih terlihat jika tiba musimnya. Ada pula penghasilan berlangsung terus sebelum musim kawin, lalu dicadangkan. Gerakan spermatozoa ketika masih dalam tubulus seminiferus spermatozoa tak bergerak. Secara berangsur dalam ductus epididimis mengalami pengaktifan. Kecepatan spermatozoa saat keluar dari tubuh dalam medium cairan saluran kelamin betina sekitar 2,5 mm/menit (Sistina, 2000).
Spermatozoa mudah terganggu oleh suasana lingkungan yang berubah. Kekurangan vitamin E menyebabkan spermatozoa tidak bertenaga untuk melakukan pembuahan. Terlalu rendah atau tinggi suhu medium pun akan merusak pertumbuhan dan kemampuan membuahi. Perubahan pH pun dapat merusak sperma, terlebih terhadap asam. Keasaman sanggama (vagina) ternyata dapat menyebabkan kemandulan karena mematikan spermatozoa yang masuk. Bagi gamet yang membuahi dalam air, ketahanan spermatozoa itu singkat sekali. Spermatozoa katak dapat tahan hidup 1-2 jam, sedangkan spermatozoa ikan hanya 10 menit (Black and Pickering, 1998).
Fertilisasi dapat didukung oleh kualitas spermatozoa yang baik. Untuk mengetahui tingkat fertilisasi yang lebih tinggi, perlu dicari larutan fisiologis yang dapat menambah daya motilitas dan viabilitas spermatozoa. Menurut Rustidja (1985) dalam Hidayaturrahmah (2007), penggunaan larutan fisiologis yang mengandung NaCl dan urea dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa antara 20-25 menit.
Lendir yang keluar dari genitalia jantan waktu ejakulasi disebut semen (mani). Ia terdiri dari bagian padat dan bagian cair. Bagian padat ialah spermatozoa, bagian cair disebut plasma semen (air mani). Spermatozoa dihasilkan testis, plasma semen dihasilkan ampulla vas defferens, dan kelenjar-kelenjar prostate, vesicula seminalis, (Cowper dan Littre). Kandungan semen antara lain fruktosa (sebagai sumber energi), asam sitrat dan lain-lain (yang dihasilkan dalam prostate), prostaglandin (yang dihasilkan oleh vesicula seminalis dan prostate), elektrolit (untuk memelihara pH plasma semen), enzim pembuahan (dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar), inhibitor (terkandung dalam plasma semen), hormon (berasal dari testis), dan zat organisme lain (Yatim, 1994).
Hasil pengamatan milt berwarna putih susu. Bau semen yang khas tajam dan amis. Bau itu berasal dari oksidasi sperma yang dihasilkan prostate. Jika tak ada bau khas mani, prostate tak aktif atau ada gangguan. Mungkin gangguan itu pada saluran atau kelenjar sendiri. Bau busuk oleh adanya infeksi (Yatim, 1984).
Keadaan fisik semen yang baru diejakulasi adalah kental. Tapi sekitar 15 menit kemudian akan mengalami pengenceran, disebut likuifikasi, oleh seminin (enzim lysis) yang dihasilkan prostate. Pengenceran yang tidak wajar berarti ada ketidakberesan pada kelenjar itu. Warna semen waktu baru diejakulasi seperti warna lem kanji yang encer, atau putih keabu- abuan. Makin gelap warna ini jika makin banyak terkandung spermatozoa di dalam. Jika spermatozoa sedikit sekali atau tidak ada di dalam, semen itu bening jernih.
Semen diteteskan dengan batang kaca pada kertas pH berukuran warna penunjuk, pH normal ialah 7,2 – 7,8. Volume normal semen sekali diejakulasi sekitar 2,0 sampai 3,0 ml, ada juga yang sampai 4,5 ml. Jika volume kurang dari 1 ml, ada kemungkinan tak beresnya prostate dan vesicula seminalis yang merupakan penghasil utama plasma semen. Konsentrasi atau jumlah spermatozoa/ml semen, dihitung dengan hemocytometer Neubauer. Dihitung dengan melihatnya di bawah mikroskop perbesaran 450x. Menurut Rehan et al., (1975) dalam Yatim (1984), konsentrasi itu 8,1-57 SD juta/ml, dengan range 4-318 juta/ml. sedangkan menurut Smith et al., (1978) dalam Yatim (1984), konsentrasi itu 70-65 juta/ml, dengan range 0,1-600 juta/ml. Jumlah yang bergerak maju ialah jumlah spermatozoa semua dikurangi jumlah mati. Dianggap normal jika motil maju > 40%. Lebih lanjut, Rehan et al (1975) dalam Yatim (1984), yang normal motilnya ialah 63-16 SD, dengan range 10-95%.
Data motilitas masing-masing kelompok berbeda dan memiliki rata-rata yaitu sebesar 0,64%.Sedangkan presentase sperma nonmotil rata- rat ialah sebesar 99,36%. Kualitas pergerakan spermatozoa disebut baik bila 50% atau lebih spermatozoa menunjukkan pergerakan yang sebagian besar adalah gerak yang cukup baik atau sangat baik (grade II/III). Gradasi menurut W.H.O. untuk pergerakan spermatozoa adalah sebagai berikut :
0 = spermatozoa tidak menunjukkan pergerakan
1 = spermatozoa bergerak ke depan dengan lambat
2 = spermatozoa bergerak ke depan dengan cepat
3 = spermatozoa bergerak ke depan dengan sangat cepat
Bila spermatozoa yang motil kurang dari 50%, maka spermatozoa disebut astenik. Istilah yang digunakan adalah Astenozoospermia ( Wongso, 2007).
Hasil pengamatan jumlah spermatozoa dari praktikum kali ini ialah sebesar 2645x 107 sel /m3 atau 26,45 juta perml. Menurut Anton Darsono W (2007), jumlah spermatozoa/ml yang menjadi pegangan untuk dikatakan cukup, kurang, atau berlebih adalah 20 juta permil. Istilah yang dipakai adalah sebagai berikut :
a)0 juta/ml disebut azoospermia
b)> 0-5 juta/ml disebut ekstrimoligozoospermia
c)< 20 juta/ml disebut oligozoospermia
d)>250 juta/ml disebut polizoospermia
Jumlah spermatozoa 20 – 250 juta/ml sudah dianggap masuk dalam batas-batas yang normal.
Morfologi spermatozoa pada ikan berbeda dengan manusia. Manusia memiliki spermatozoa yang berkepala lonjong (dilihat dari atas) dan pyriform (dilihat dari samping). Lebih tebal dekat leher dan menggepeng ke ujung. Kepala 4-5 mikro meter panjang dan 2,5-3,5 mikro meter lebar. Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikro meter dan tebalnya berbeda, dari 1 mikro meter dekat pangkal ke 0,1 mikro meter dekat ujung (Anonymous, 2006). Sedangkan ikan memiliki spermatozoa yang berflagelata dan tak berakrosoma. Spermatozoa hasil suspensi testis keadaanya sama dengan spermatozoa hasil striping. Kepala berbentuk bulat, dengan diameter sekitar 2,86-0,16 mikro meter, panjang sekitar 25,86 mikro meter. Pada pangkal flagella ada bangunan seperti cincin, annulus (Jamieson, 1991).
Spermatozoa disebut mempunyai kualitas bentuk yang cukup baik bila ≥50 % spermatozoa mempunyai morfologi normal. Pemeriksaan morfologi mencakup bagian kepala, leher dan ekor dari spermatozoa Bila > 50% spermatozoa mempunyai morfologi abnormal, maka keadaan ini di sebut teratozoospermia.

Secara morfologik sulit dibedakan antara ikan nilem betina dan jantan, perbedaan baru tampak setelah ikan masak kelamin. Operkulummya kasar bila diraba pada ikan jantan dan terasa halus pada ikan nilem betina. Bila diurut perutnya dari sebelah belakang operculum ke arah papilla genital, akan keluar cairan (milt) seperti santan pada ikan jantan, sedangkan pada ikan betina tidak. Ikan betina biasanya lebih jinak dibandingkan ikan nilem jantan (Black and Pickering, 1998).
Ikan Nilem termasuk tipe jantan heterogamet. Ikan nilem jantan berkromosom kelamin X dan Y, sehingga menghasilkan spermatozoa berkromosom kelamin X (ginosperma) dan spermatozoa berkromosom kelamin Y (androsperma). Ikan nilem betina berkromosom kelamin XX, dengan gamet yang dihasilkan seluruhnya berkromosom kelamin X (Austin et al., 1972 dalam Soeminto dkk., 2002).

V.KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.Warna sperma ikan Nilem berwarna putih susu
2.Ikan Nilem memiliki bau yang khas yaitu amis.
3.Sperma Nilem dalam keadaan basa, karena memiliki pH 7.
4.Tingkat motilitas sperma ikan Nilem jika direrata sebesar 0,64%
5.Morfologi sperma ikan memiliki bentuk kepala bulan, berflagel, dan tidak berakrosom.
6.Jumlah sperma yang diperoleh dengan menggunakan haemocytometer sebanyak 529. Dengan penenceran 1000 kali maka tiap milliliter terdapat 26450 juta sel sperma.
DAFTAR REFERENSI
Anonymous. 2006. Mesin Canggih Berbahan Bakar Gula. http://www.harunyahya.com (on line) diakses pada tanggal 17 November 2008.

Black, Kenneth D. dan Pickering, Alan D. 1998. Biology of Farmed Fish. Sheffield Academic Press, England.

Hidayaturrahmah. 2007. Waktu Motilitas Dan Viabilitas Spermatozoa Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Pada Beberapa Konsentrasi Larutan Fruktosa.Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan.

Jamieson, Barrie GM. 1991. Fish Evolution and Sistematics : Evidence from Spermatozoa. Cambridge University Press, Cambridge.

Sistina, Yulia. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.

Soeminto. 1993. Dasar – dasar Embriologi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.

Soeminto, P. Susatyo, Marhendro. S. 2002. “Pembentukan Ikan Jantan Homogamet (XX) lewat Ginogenesis dan Pemberian Andriol pada Ikan Nilem (Osteochillus hasselti CV)”. Dalam Majalah Ilmiah Biologi. Vol. 19 (2), hal. 50-54, Mei 2002

Wongso, Anton Darsono.2007. Membaca Analisis Sperma. http:// klinik andrologi blogspot.com.diakses tanggal 17 november 2008.

Yatim, Wildan. 1984. Embriologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Tarsito Press, Bandung.

Jumat, 02 Januari 2009

VARIASI INTRA POPULASI

  1. PENDAHULUAN

A. Dasar Teori

Metode tradisional yang digunakan dalam taksonomi klasik adalah pengelompokan individu yang diperoleh dari suatu lokasi hanya berdasarkan persamaan dan perbedaan morfologi yang dimiliki oleh masing-masing individu tersebut. Sesungguhnya populasi dari kebanyakan hewan terdiri atas beberapa phena yang berbeda, sebagai hasil dari beberapa proses seperti variasi umur, variasi seksual, variasi musiman, polimorfisme dan sebagainya. Kegagalan mengenai variasi ini akan berakibat pada kesalahan dalam penentuan suatu species dan kategori tertentu. Oleh karena itu, pemahaman mengenai variasi yang terjadi pada populasi hewan sangat penting dalam taksonomi.

Secara garis besar, ada dua penyebab terjadinya variasi, yaitu faktor non genetik dan genetik. Variasi non genetik dapat terjadi karena adanya variasi umur, variasi musiman pada suatu individu, variasi musiman pada beberapa keturunan, variasi sosial, variasi habitat, variasi karena induksi kondisi iklim temporer, variasi yang ditentukan oleh inang, variasi tergantung kepadatan, variasi alometrik, variasi neurogenik, variasi traumatik dan variasi induksi parasit serta perubahan pasca kematian. Variasi genetik terjadi karena adanya seksual mdimorfisme seperti nperbedaan sek primer dan sek sekunder, gynadromorfi dan intersek, strain seksual dan uniparental serta variasi diskontinyu dan variasi kontinyu.


B. Tujuan


  1. Mengenali berbagai variasi (umur, seksual, musiman, polimorfisme, dsb) pada suatu populasi hewan.

  2. Menentukan spesies hewan berdasarkan berbagai variasi (umur, seksual, musiman, polimorfisme, dsb) yang terdapat pada suatu populasi hewan




II. TINJAUAN PUSTAKA

Kodok dan katak adalah hewan amphibi yang paling dikenal orang di Indonesia. Kedua macam hewan ini bentuknya mirip. Kodok bertubuh pendek, gempal atau kurus, berpunggung agak bungkuk, berkaki empat dan tak berekor. Kodok umumnya berkulit halus, lembab, dengan kaki belakang yang panjang. Sebaliknya katak atau bangkong berkulit kasar berbintil-bintil sampai berbingkul-bingkul, kerapkali kering dan kaki belakangnya sering pendek saja, sehingga kebanyakan kurang pandai melompat jauh. Namun kedua istilah ini sering pula dipertukarkan penggunaannya. Kodok dan katak mengawali hidupnya sebagai telur yang diletakkan induknya di air, di sarang busa atau di tempat-tempat basah lainnya. Telur-telur kodok dan katak menetas menjadi berudu atau kecebong, yang bertubuh mirip ikan gendut, bernafas dengan insang dan selama beberapa lama hidup di air. Perlahan-lahan akan tumbuh kaki belakang, yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya kaki depan, menghilangnya ekor dan bergantinya insang dengan paru-paru. Setelah masanya, berudu ini akan melompat ke darat sebagai kodok atau katak kecil (Inger and Iskandar, 2005).

Katak merupakan hewan peralihan antara hewan air dan hewan darat. Oleh karena itu, awal dari kehidupannya dimulai di perairan kemudian pindah ke daratan. Habitat katak sangat bervariasi dari rawa sampai ke pegunungan. Kebanyakan hidup di daerah yang berhutan karena katak membutuhkan tempat yang lembab untuk melindungi diri dari kekeringan. Terdapat jenis katak yang sepanjang hidupnya selalu di air dan juga yang hidup di daratan serta di pohon yang tinggi. Katak yang hidup di luar air biasanya pada periode tertentu Akan berkunjung ke perairan untuk melakukan perkembangbiakan. Tingkatan taksonomi pada katak dapat dikertahiui dengan memperlihatkan karakter morfologinya sebagai acuan untuk identifikasi dan determinasi (Kurniati, 2003).

Kadal adalah hewan bersisik berkaki empat yang termasuk kelompok reptil. Secara luas pengertian kadal atau kerabat juga mencakup kelompok cicak, tokek, bunglon, cicak terbang, biawak, iguana dan lain-lain. Sedangkan secara sempit, istilah kadal dalam bahasa Indonesia biasanya merujuk terbatas pada kelompok kadal yang umumnya bertubuh kecil, bersisik licin berkilau dan hidup di atas tanah (suku Scincidae, atau umumnya anggota infraordo Scincomorpha). Jadi, secara umum kadal ini mencakup jenis-jenis yang bertubuh kecil seperti kadal pasir Lygosoma, sampai ke biawak Komodo (Varanus komodoensis) yang bisa mencapai panjang lebih dari 3 m. Secara ilmiah, kelompok besar ini dikenal sebagai subordo atau anak bangsa Lacertilia, bagian dari bangsa hewan bersisik (Squamata). Anak bangsa Lacertilia pada umumnya memiliki empat kaki, lubang telinga luar, dan pelupuk mata yang dapat dibuka tutup. Meskipun demikian, sebagai kekecualian, ada pula anggota-anggotanya yang tidak memiliki sebagian ciri itu. Contohnya adalah ular kaca (glass snake atau glass lizard, suku Anguidae) yang tak berkaki (Djuhanda, 1982).

Kebanyakan kadal tinggal di atas tanah (terestrial), sementara sebagiannya hidup menyusup di dalam tanah gembur atau pasir (fossorial). Sebagian lagi berkeliaran di atas atau di batang pohon (arboreal). Perananya sebagai predator penyergap, kebanyakan kadal aktif menjelajahi lingkungannya untuk memburu mangsa. Walaupun kebanyakan jenisnya adalah binatang pemangsa (predator), namun sesungguhnya makanan kadal sangat bervariasi. Mulai dari buah-buahan dan bahan nabati lain, serangga, amfibia, reptil yang lain, mamalia kecil, bangkai, bahkan kadal besar semacam biawak Komodo juga dapat memburu mamalia besar, hingga sebesar rusa atau babi hutan. Berbagai kadal yang bertubuh kecil memakan aneka serangga seperti nyamuk, lalat, ngengat dan kupu-kupu, berbagai tempayak serangga, cacing tanah, sampai kodok dan reptil yang lain yang berukuran lebih kecil. Kadal kebun (Mabuya multifasciata) terkadang memangsa kodok tegalan (Fejervarya limnocharis), bahkan suka memanjat tembok yang kasar untuk menangkap cecak kayu (Hemidactylus frenatus) yang terlengah (Zug, 1997).








III. MATERI DAN METODE


  1. Materi

Materi yang digunakan ialah katak (Rana cancrivora) dan kadal (Mabouya multifasciata), serak jawa ( Tyto alba). Alat yang digunakan adalah bak preparat, pinset, jarum preparat, kaca pembesar, buku gambar, dan alat tulis.


  1. Metode

  1. Menggambar berudu, percil, dan katak dewasa, serta memberi keterangan tentang jenis variasi yang terjadi

  2. Membedah kadal jantan dan betina, kemudian menggambar perbedaan sek primernya.



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar Kadal Gambar Katak



Gambar Serak jawa






B. Pembahasan

Katak dewasa apabila diamati dengan teliti, akan terlihat jelas adanya keragaman variasi atara spesies yang satu dengan yang lainnya kataki mempunyai badan yang lebar dilengkapi dengan dua pasang anggota gerak. Anggota gerak bagian depan lebih pendek dan kecil, serta mempunyai 4 jari, sedangkan bagian belakang jauh lebih besar dan panjang. Hal ini sesuai dengan fungsinya yaitu untuk melompat. Anggota gerak ini biasanya juga dilengkapi dengan selaput renang untuk memudahkan katak berenang (Mahardono, 1980).

Semua organ gerak pada katak diasosiasikan dengan pergerakan melompat. Kaki belakang yang panjang memberikan kekuatan untuk bergerak kedepan. Bentuk kaki belakang yang ada disesuaikan dengan proses pendaratan, dan panjang kaki belakang disesuaikan dengan lompatan katak. Katak secara reguler dapat melompat 2-10 kali panjang tubuhnya panjang badannya dan lompatannya bisa mencapai sebanyak 30-40 kali panjang tubuhnya. Panjang lompatan tergantung dari fisiologi dan morfologi suatu spesies serta kepentingan pergerakan. Beberapa spesies jarang melompat tapi berjalan seperti pada hewan vertebrata lainnya, dan spesies yang hidupnya di air, kaki belakngnya disesuaikan untuk berenang (Zug, 1997).

Metamorfosis pada Amphibi merupakan salah satu variasi yang ada pada spesies katak. Pengertian metamorfosis sendiri adalah perkembangan yang merubah secara keseluruhan bentuk, fisiologis maupun biokimiawi individu, sedangkan pada beberapa insekta, metamorfosis hanya bersifat melengkapi bentuk larva dengan perlengkapan-perlengkapan untuk menjadi bentuk dewasanya. Perubahan-perubahan metamorfik benar-benar merubah seluruh jaringan dan organ. Contoh hewan lain yang mengalami variasi seperti katak misalnya pada kupu-kupu (Lepidoptera) yang juga mengalami metamorfosis(Mahardono, 1980).

Selain katak populasi kadal juga memiliki banyak variansi. Kadal memiliki karakteristik yaitu badannya tertutup oleh squamae yang menanduk dan tidak berlendir. Kadal mempunyai dua pasang kaki dengan tiga digiti yang berfalculer. Kadal memiliki kulit yang kering, tertutup oleh sisik-sisik atau papan epidermal. Tubuh kadal berbentuk memanjang tertekan lateral. Kadal memiliki kaki yang biasanya digunakan untuk memanjat. Mandibula bersatu di bagian anterior, tulang pterigoid berkontak dengan tulang kuadrat. Kelopak mata dapat digerakkan, sabuk pektoral berkembang dengan baik. Tubuh kadal terdiri atas caput, cervix, truncus dan cauda. Caput berbentuk tegak piramidal, meruncing ke arah postral dan memipih dalam arah dorsoventral. Sisik pada daeah perut warnanya kekuning-kuningan, sisik pada daerah punggung berwarna antara kuning sampai coklat tua. Warna tubuh ini tergantung pada umur, jenis kelamin, keadaan lingkungan dan keadaan fisiologis tubuhnya (Kurniati, 2003).

Selain karakter yang disebutkan di atas, sebagaimana umumnya reptil, kadal berdarah dingin dan mempunyai sisik-sisik yang beraneka bentuknya yang terbangun dari zat tanduk. Terdiri tak kurang dari 40 suku, kadal memiliki pola warna, bentuk dan ukuran yang sangat beragam. Sebagian jenis mempunyai sisik-sisik yang halus berkilau, terkesan licin atau seperti berminyak, walaupun sebenarnya sisik-sisik itu amat kering karena kadal tidak memiliki pori di kulitnya untuk mengeluarkan keringat atau minyak. Kebanyakan kadal bertelur (ovipar), meskipun ada pula yang melahirkan anak (vivipar). Juga, umumnya kadal dapat menumbuhkan kembali ekor atau bahkan tungkai yang terputus. Beberapa spesies kadal tak berkaki, seperti ular kaca misalnya, memiliki struktur gelangan bahu dan panggul dalam tubuhnya, meski tak ada tungkainya. Meski bentuknya mirip, kadal-kadal ini bisa dibedakan dari ular sejati karena memiliki pelupuk mata yang dapat digerakkan, lubang telinga luar, dan dapat memutuskan ekornya dalam keadaan bahaya; ciri-ciri yang tak dimiliki oleh ular (Kurniati, 2003).

Banyak jenis kadal yang merupakan pemanjat pohon yang baik atau pelari cepat. Beberapa di antaranya bahkan dapat berlari di atas dua kaki dengan amat cepatnya, seperti halnya kadal tercepat di dunia: iguana berekor duri dari marga Ctenosaura. Kadal-kadal tertentu, misalnya bunglon, dapat berganti warna sesuai kondisi lingkungan atau suasana hati. Meski kebanyakan hidup di daratan, umumnya kadal dapat berenang dengan baik. Beberapa jenisnya, seperti biawak, bahkan beradaptasi dengan baik di lingkungan perairan (Kurniati, 2003).

Variasi pada populasi hewan kadal dapat terjadi karena adanya seksual dimorfisme seperti perbedaan sek primer dan sek sekunder yang dimilikinya. Ciri sek primer sendiri adalah merupakan organ yang berhubungan langsung dengan reproduksi yaitu testis dan salurannya pada kadal jantan dan ovarium dan salurannya pada kadal betina. Sedangkan sek sekunder berguna untuk membedakan jenis kadal berdasarkan tanda-tanda dari luar tubuh kadal, ciri sek sekunder terdiri dari dua jenis :1. Yang tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan reproduksi secara keseluruhan, misalnya bentuk morfologi dari organ reprodusinya yaitu testis lebih kecil di bandingkan ovarium. 2. Yang merupakan alat bantu/organ tambahan waktu reproduksi misalnya organ Gonopodium pada ikan seribu, Myxopterygium (clasper) merupakan modifikasi sirip perut pada ikan dan Ovipositor berfungsi sebagai alat penyalur telur ke bivalvia dari ikan Rhodes amarus dan Careoroctus betina. Contoh hewan lain yang memiliki variasi sek primer dan sek sekunder adalah ikan (Zug, 1997).

Burung hantu adalah kelompok burung yang merupakan anggota ordo Strigiformes. Burung ini termasuk golongan burung buas (karnivora, pemakan daging) dan merupakan hewan malam (nokturnal). Seluruhnya, terdapat sekitar 222 spesies yang telah diketahui, yang menyebar di seluruh dunia kecuali Antartika, sebagian besar Greenland, dan beberapa pulau-pulau terpencil. Kebanyakan jenis burung hantu berburu di malam hari, meski sebagiannya berburu ketika hari remang-remang di waktu subuh dan sore (krepuskular) dan ada pula beberapa yang berburu di siang hari. Mata yang menghadap ke depan, memungkinkan mengukur jarak dengan tepat, paruh yang kuat dan tajam, kaki yang cekatan dan mampu mencengkeram dengan kuat dan kemampuan terbang tanpa berisik, merupakan modal dasar bagi kemampuan berburu dalam gelapnya malam. Beberapa jenis bahkan dapat memperkirakan jarak dan posisi mangsa dalam kegelapan total, hanya berdasarkan indera pendengaran dibantu oleh bulu-bulu wajahnya untuk mengarahkan suara. Burung hantu berburu aneka binatang seperti serangga, kodok, tikus dan lain-lain.

Burung hantu Tyto alba termasuk burung buas (carnivora) salah satu species burung hantu familia Tytonidae yang ada di Indonesia yang paling menguntungkan untuk dikembangkan terutama jenis tersebut lebih efektif untuk pengendalian hama tikus jika dibandingkan dengan jenis lainnya. Tyto alba mempunyai ciri-ciri yaitu susunan bulu di kepala yang membentuk lingkaran wajah, leher burung ini demikian lentur sehingga wajahnya dapat berputar 180 derajat ke belakang, warna bulu sayap atas dan punggung abu-abu agak kuning, sayap bawah dan dada sampai perut berwarna putih berbintik hitam. Tyto alba betina, bulu leher depan berwarna kuning berbintik hitam sedang jantan putih berbintik hitam. Bola mata hitam tajam keduanya menghadap ke depan dan di bawahnya terdapat paruh yang ujungnya bengkok ke bawah tajam kokoh. Kaki berbulu, dengan 4 jari yang berkuku tajam. Ekor burung hantu umumnya pendek, namun sayapnya besar dan lebar. Rentang sayapnya mencapai sekitar tiga kali panjang tubuhnya. Bobot Tyto alba dewasa 450-600 gram, tinggi badan 23-30 cm. Tyto alba betina lebih berat dari yang jantan.


Menurut Radiopoetro (1986), klasifikasi kadal adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Reptilia

Ordo : Squamata

Subordo : Scincidae

Genus : Mabouya

Species :Mabouya multifasciata

Menurut Radiopoetro (1986), klasifikasi katak adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Amphibia

Ordo : Anura

Famili : Ranidae

Genus : Rana

Species :Rana cancrivora


Klasifikasi Burung Hantu menurut Bachynski dan Harris (2002) :

Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Strigiformes
Famili : Tytonidae
Spesies : Tyto alba



V. KESIMPULAN


    1. Katak (Rana cancrivora) memiliki variasi umur, yaitu dengan adanya metamorfosis pada katak. Pengertian metamorfosis sendiri adalah perkembangan yang merubah secara keseluruhan bentuk, fisiologis maupun biokimiawi individu.

    2. Variasi pada populasi hewan kadal dapat terjadi karena adanya seksual dimorfisme seperti perbedaan sek primer dan sek sekunder yang dimilikinya.


DAFTAR REFERENSI

Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Species Hewan Vertebrata. Armico, Bandung

Inger, R.F. and Iskandar, J. T. 2005. A Collection of Amphibians From West Sumatra With Description of A New Species of Megrophys (Amphibia:Anura). The Raffles Bulletin Zoology. 53(1)133-142.

Kurniati, H. 2003. Amphibians and Reptiles of Gunung Halimun Nation Park West Java Indonesia (Frogs, Lizards and Snakes). An Illustrated Guide Bokk. Researc Center For Biology-LIPI, Bogor.

Mahardono, A. 1980. Anatomi Katak. PT Intermasa, Jakarta

Radiopoetro. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta.

Zug, G. R. 1997. Herpetology : An Introduction Biology of Amphibian and Reptiles. Academic press, Inc., New York.






PENGENALAN HEWAN AVERTEBRATA YANG HIDUP DI DARAT

  1. PENDAHULUAN

A. Dasar Teori

Hewan avertebrata metazoa tingkat tinggi yang hidup di darat dapat tersusun dari beberapa kelompok misalnya phyla Mollusca, Annelida dan Arthropoda banyak dijumpai memiliki aktivitas di daratan. Achatina fulica dan Felicaulis sp. Merupakan contoh Mollusca yang hidup di darat. Beragam spesies cacing tanah dari genus Lumbricus dan Pheretima tersebar cukup luas di daratan.

Phylum Arthropoda yang memiliki anggota terbanyak nomor satu di dunia membewrikan kontribusi terhadap pemahaman hewan avertebrata yang hidup di darat. Scalopendra, julus, Heterometrus dan Valanga merupakan genus yang umum dikenal oleh masyarakat pedesaan. Beragam anggota Orthoptera (jangkrik, kecoa, belalang), Coleoptera (kumbang, dsb), Odonata (capung, dsb), Isoptera (rayap, dsb), Lepidoptera (kupu-kupu) dan Diptera (nyamuk, lalat, dsb).


B. Tujuan


  1. Mengenali ciri ciri yang tampak pada tubuh hewan avertebrata darat

  2. Mengenali ciri ciri tempat hidup hewan avertebrata darat



















II. TINJAUAN PUSTAKA

Class Gastropoda biasanya disebut keong atau siput. Bentuk cangkang keong pada umumnya seperti kerucut dari tabung yang melingkar seperti konde (gelung, whorl). Puncak kerucut merupakan bagian yang tertua, disebut apex. Sumbu kerucut disebut columella. Gelung terbesar disebut body whorl dan gelung-gelung di atasnya disebut spire (ulir). Alat indera pada keong meliputi mata, tentakel, osphradia dan statocyt. Mata sederhana atau kompleks, biasanya terletak di pangkal tentakel yang berfungsi untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya. Tentakel sepasang atau dua pasang, selain mata terdapat sel peraba dan chemoreceptor (Howells, 2005).

Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh dari infraordo Brachyura, yang biasanya mempunyai "ekor" yang sangat pendek atau yang perutnya sama sekali tersembunyi di bawah thorax. Kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka luar) yang sangat keras dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Misalnya Scylla serata (kepiting bakau) memiliki tubuh yang lebar dan melintang. Umumnya Scylla serata memiliki bagian yang tidak berbeda dengan udang, tapi pada Scylla serata bagian abdomennya tidak terlihat karena melipat ke dadanya. Kaki renangnya sudah tidak berfungsi sebagai alat renang lagi. Telson dan uropod tidak ada. Karapaks menyatu dengan epistome, kaki jalan yang pertama menjadi capit yang kuat, kaki ketiga tidak pernah bercapit, sedangkan bentuk abdomen betina melebar dan setengah lonjong. Scylla serata jantan dan betina dapat dibedakan dengan melihat bentuk abdomennya. Bentuk abdomen jantan lebih sempit dan meruncing kedepan, sedangkan bentuk abdomen betina melebar dan setengah lonjong. Scylla serata biasanya hidup dalam lubang-lubang atau terdapat di pantai-pantai yang ditumbuhi bakau. Warnanya hijau kotor (Suwignyo, et al., 2005).






III. MATERI DAN METODE


  1. Materi


Materi yang diamati ialah hewan avertebrata seperti yuyu atau kepiting dan bekicot.Sedangkan alat yang digunakan adalah bak preparat, pinset, jarum preparat, kaca pembesar, mikroskop, buku gambar, dan alat tulis.


  1. Metode


  1. Tiap kelompok mahasiswa mempersiapkan preparat yang akan diamati yaitu yuyu dan bekicot

  2. Tiap mahasiswa mengenali dan mencatat tempat hidup hewan avertebrata darat yang diperoleh

  3. Tiap mahasiswa mengenali dan menggambar hewan avertebrata tersebut berdasarkan ciri ciri morfologi yang dimiliki













IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Hasil

Gambar Kepiting (yuyu) Gambar Bekicot











    1. Pembahasan

Kepiting merupakan salah satu hewan air yang banyak dijumpai di Indonesia dan merupakan hewan anthropoda yang terbagi menjadi 4 famili yaitu Potunidae (kepiting perenang), Xanthidae (kepiting lumpur), Cancridae (kepiting cancer), dan Potamonidae (kepiting air tawar). Jenis yang paling popular sebagai bahan makanan adalah Scylla serrata ukuran lebih dari 20 cm, yang lain adalah Portunus pelagicus yang disebut rajungan. Kepiting dapat dikenal melalui bentuk tubuhnya yang melebar melintang. Ciri khas yang dimiliki adalah karapaksnya berbentuk pipih atau agak cembung dan heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung saat berenang (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Kepiting mempunyai lima pasang kaki; sepasang kaki yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan tidak digunakan untuk bergerak. Di hampir semua jenis kepiting, kecuali beberapa saja (misalnya, Raninoida), perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata dan bagian depan dari carapace tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih (phyllobranchiate), mirip dengan insang udang, namun dengan struktur yang berbeda.

Dahi kepiting di bagian antara kedua matanya terdiri dari empat buah gigi tumpul. Tepi anterolateral terdapat sembilan buah gigi runcing, di tepi anterior karapaks dilengkapi tangkai. Bila ada gangguan dari luar, sebagai pelindung matanya. Diantara kedua mata terdapat mulut. Merus terdapat tiga buah duri kokoh, satu buah di anteriol dan dua buah pada tepi posteriol. Carpus terdapat sebuah duri kokoh sebelah dalam dan sudut bagian luar bulat dilengkapi satu atau dua buah duri kecil (Soim, 1994). Kepiting memiliki 5 pasang kaki jalan. Pasangan kaki mempunyai capit dan kaki V pipih seperti dayung. Capit kepiting tidak kasar sedangkan rajungan kasar. Bentuk tubuh kepiting lebih bulat, ukuran tubuhnya mempunyai panjang 2/3 dari lebar panjangnya. Warna karapaks kepiting kehijauan. Karapaks kepiting permukaannya licin. Kepiting mempunyai dahi lebar dan bergigi 4 hampir sama dan pada anterolateral 9 buah gigi runcing yang ukurannya hampir sama.

Kepiting jantan dan kepiting betina dapat dibedakan. Kepiting jantan, tempat organ kelamin menempel pada bagian perutnya berbentuk segitiga dan agak meruncing sedangkan pada kepiting betina cenderung membulat dan agak tumpul (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Ruas-ruas abdomen pada jantan sempit sedangkan pada kepiting betina lebih besar demikian juga dari capit, capit pada jantan dewasa lebih panjang dari capit betina.

Pereiopod I (kepiting) besar dan panjang, sedangkan pada yang betina mempunyai ciri-ciri berwarna dasar kehijauan dan bercak putih kotor, pada abdomen operkulum agak membulat dan memiliki 4 pasang pleopod. Pereiopod ke I ada capitnya, agak kecil dan langsing. Kepiting dan rajungan mempunyai daur hidup yang sama. Kepiting dapat bertahan hidup 3-4 tahun. Pada umur 12-14 bulan, kepiting sudah dianggap dewasa dan dapat dipijahkan. Telur kepiting yang sudah dibuahi akan menetas menjadi zoea dan zoea akan tumbuh berkembang menjadi megalops kemudian menjadi rajungan muda dan kepiting dewasa. Selama pertumbuhan, kepiting akan mengalami beberapa ganti kulit karena rangka luar yang membungkus tubuhnya tidak dapat membesar sehingga perlu dibuang dan diganti dengan rangka luar yang baru yang lebih besar. Untuk menjadi dewasa zoea butuh waktu 20 kali ganti kulit (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Gastropoda adalah kelompok hewan yang menggunakan perut sebagai alat gerak atau kakinya. Misalnya, Bekicot (Achatina fulica) hewan ini memiliki ciri khas berkaki lebar dan pipih pada bagian ventral tubuhnya. Gastropoda bergerak lambat menggunakan kakinya. Johnson (2003) menambahkan bahwa Gastropoda darat terdiri dari sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek. Ujung tentakel panjang terdapat mata yang berfungsi untuk mengetahui gelap dan terang. Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi sebagai alat peraba dan pembau.Gastropoda akuatik bernapas dengan insang, sedangkan Gastropoda darat bernapas menggunakan rongga mantel. Bagian-bagian morfologi gastropoda dapat meliputi tentakel dorsal, mata, kepala, tentakel, kaki perut, sutura, apex dan ada yang mempunyai garis pertumbuhan pada cangkangnya (Berthold, 1991).


Gambar Kepiting (yuyu) Gambar Bekicot


Menurut Jasin (1989), klasifikasi Kepiting adalah sebagai berikut :

Phylum : Arthropoda

Sub Phylum : Crustacea

Class : Malacostaca

Ordo : Decapoda

Famili : Callinidae

Genus : Parathelpusa

Species : Parathelpusa sp

Menurut Jasin (1989), klasifikasi Bekicot adalah sebagai berikut :

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Ordo : Pulmonata

Subordo : Stylommotophora

Famili : Achatinidae

Genus : Achatina

Species : Achatina fulica











V. KESIMPULAN


    1. Yuyu atau kepiting dapat dikenal melalui bentuk tubuhnya yang melebar melintang. Ciri khas yang dimiliki adalah karapaksnya berbentuk pipih atau agak cembung dan heksagonal atau agak persegi. Ujung pasangan kaki agak pipih dan berfungsi sebagai alat pendayung saat berenang.

    2. Bekicot (Achatina fulica) memiliki ciri khas berkaki lebar dan pipih pada bagian ventral tubuhnya, serta bergerak lambat menggunakan kakinya. Bagian-bagian morfologi bekicot meliputi tentakel dorsal, mata, kepala, tentakel, kaki perut, sutura, apex dan ada yang mempunyai garis pertumbuhan pada cangkangnya.














DAFTAR REFERENSI

Afrianto, E. dan E. Liviawaty, 1992. Pemeliharaan Kepiting, Kanisius, Yogyakarta

Berthold, T. 1991. Vergleichende anatomie, phylogenie and historische biogeography der Ampullariidae (Mollusca: Gastropoda). Abhand Naturwiss Vereins Hambrug (NF), 29: 1-256.

Howells, R. 2005. Invasive Applesnail In Texas: Status of these Harmful Snails through Spring 2005. Texas Parks and Wildlife Department, Texas.

Jasin, M. 1989. Sistematik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya, Surabaya.

Johnson, P. D. 2003. Sustaining America’s Aquatic Biodiversity Freshwater Snail Biodiversity and Conservation. Virginia State University, Virginia.

Soim, A. 1997. Pembesaran Kepiting. Penebar Swadaya, Jakarta

Suwignyo, S., Bambang, W., Yusli, W. Dan Majariana, K. 2005. Avertebrata Air I. Penebar Swadaya, Jakarta.










PENGENALAN HEWAN AVERTEBRATA YANG HIDUP DI DARAT

  1. PENDAHULUAN

A. Dasar Teori

Hewan avertebrata dapat dikelompokkan berdasarkan : banyaknya sel penyusun tubuh, konstruksi tubuh, jumlah lapisan tubuh, kesimetrian tubuh, pembentukan anus dan mulut pada awal perkembangan embrionalnya, kondisi rongga tubuh, ada tidaknya lofofora dan ada tidaknya segmentasi tubuh. Berdasarkan kedelapan pengelompokkan itu, kita dapat mempelajari kesimetrian tubuh dan ada tidaknya segmentasi tubuh yang dapat kita ketahui melalui pengamatam morfologi.

Bangun simetri tubuh terdiri atas dua bangun, yaitu simetri radial dan simetri bilateral. Tubuh simetri radial adalah satu tipe simetri dimana tubuh secara radial mengelilingi suatu sumbu pusat tunggal. Umumnya di sisi kanan dan kiri tubuh hewan tidak jelas, karena masing-masing busur identik terhadap busur lainnya. Jika suatu irisan diarahkan ke setiap dua radius yang berlawanan, maka irisan itu akan membagi hewan avertebrata simetri radial menjadi dua tengahan yang serupa. Contoh : hewan-hewan dari phyla Cnidaria dan Chenophora.

Bangun tubuh hewan avertebrata simertri bilateral pada umumnya memiliki tubuh yang kita bagi menjadi dua bagian menurut arah depan (anterior) ke belakang (posterior) akan menghasilkan paruhan yang sama seperti suatu benda dengan bayangan di cermin. Jika memperhatikan yang tubuhnya simetri bilateral, hewan itu akan menunjukkan pembagian tubuh yang tampak jelas terdiri atas kepala, thoraks dan abdomen. Contoh : classis Insecta dari phylum Arthropoda.

Hewan avertebrata ada yang terdiri atas segmen-segmen atau metamer. Segmen-segmen ini ada yang serupa dari depan ke belakang (anteroposterior), gejala semacam ini, yaitu tubuh hewan avertebrata tersusun oleh suatu rangkaian segmen atau metamer, yang segaris sepanjang sumbu anteroposterior disebut mengalami metamerisme. Masing-masing metamer penyusun tubuh hewan avertebrata ini mirip dalam konstruksi dan fungsinya. Umumnya hewan protostomata bermetamer, masing-masing metamer atau disebut juga somit, dilewati oleh usus. Contoh : anggota dari phylum Annelida.

Adapula avertebrata yang tubuhnya terdiri atas penyatuan beberapa segmen menyusun kepala, thoraks dan abdomen. Proses penyatuan beberapa atau banyak segmen dalam beragam kelompok-kelompok fungsi pada hewan bermetamer ini di disebut mengalami tagmatisasi. Masing-masing kelompok metamer atau tagma ini secara structural dan fungsional berbeda dengan tagma lainnya. Contoh : pada classis Insecta dan Crustacea memiliki tiga tagma yaitu kepala, thoraks dan abdomen yang masing-masing terdiri dari tiga atau lebih metamer.


B. Tujuan


  1. Mengenali cirri cirri yang tampak pada hewan avertebrata

  2. Mengelompokkan hewan avertebrata berdasarkan kesimetrian tubuh dan metamer









II. TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa hewan avertebrata misalnya pada Phylum/Filum Protozoa atau Protosoa. Protozoa adalah hewan bersel satu karena hanya memiliki satu sel saja aatau bersel tunggal dengan ukuran yang mikroskopis hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Protozoa dapat hidup di air, di dalam tubuh makhluk hidup atau organisme lain sebagai parasit. Hidupnya dapat sendiri atau koloni. Contohnya : amuba/amoeba. Phylum/Filum Porifera. Porifera adalah binatang atau hewan berpori karena tubuhnya berpori-pori mirip spon dengan bintang karakter terkenal spongebob squarepants hidup di air dengan memakan makanan dari air yang disaring oleh organ tubuhnya. Contohnya : bunga karang, spons dan grantia.

Phylum Coelenterata adalah hewan berongga bersel banyak yang memiliki tentakel contohnya seperti ubur-ubur dan polip. Simetris tubuh coelenterata adalah simetris bilateral hidup di laut. Contohnya : hydra, koral, polip dan jellyfish atau ubur-ubur. Phylum Platyhelminthes adalah binatang sejenis cacing pipih dengan simetri tubuh simetris bilateral tanpa peredaran darah dengan pusat syarah yang berpasangan. Cacing pipih kebanyakan sebagai biang timbulnya penyakit karena hidup sebagai parasit pada binatang/hewan atau manusia. Contohnya antara lain seperti planaria, cacing pita, cacing hati dan polikladida.

Phylum Annelida adalah cacing gelang dengan tubuh yang terdiri atas segmen-segmen dengan berbagai sistem organ tubuh yang baik dengan sistem peredaran darah tertutup. Annelida sebagian besar memiliki dua kelamin sekaligus dalam satu tubuh atau hermafrodit. Contohnya : cacing tanah, cacing pasir, cacing kipas dan lintah / leeches. Phylum Nemathelminthes atau cacing gilik/gilig adalah hewan yang memiliki tubuh simetris bilateral dengan saluran pencernaan yang baik namun tiak ada sistem peredaran darah. Contoh cacing gilik : cacing askaris,cacing tambang dan cacing filaria..

Phylum Echinonermata adalah binatang berkulit duri yang hidup di wilayah laut dengan jumlah lengan lima buah bersimetris tubuh simetris radial. Beberapa organ tubuh echinodermata sudah berkembang dengan baik. Misalnya teripang/tripang/ketimun laut, bulu babi, bintang ular, dolar pasir, bintang laut dan lilia laut.

Phylum Mollusca adalah hewan bertubuh lunak tanpa segmen dengan tubuh yang lunak dan biasanya memiliki pelindung tubuh yang berbentuk cangkang atau cangkok yang terbuat dari zat kapur untuk perlindungan diri dari serangan predator dan gangguan lainnya. Contoh molluska : kerang, nautilus, gurita, cumi-cumi, sotong, siput darat, siput laut dan chiton.







































III. MATERI DAN METODE


  1. Materi


Materi yang diamati adalah hewan avertebrata kupu- kupu, bulu babi dan bekicot. Alat yang digunakan yaitu bak preparat, pinset, jarum preparat, kaca pembesar, mikroskop, buku gambar, dan alat tulis.


  1. Metode


  1. Tiap kelompok membawa preparat yang akan diamati

  2. Tiap mahasiswa mengamati dan menggambar hewan avertebrata yang diamati berdasarkan ciri- ciri morfologi yang dimiliki

  3. Tiap kelompok mahasiswa memisahkan hewan avertebrata yang diamati berdasarkan kesimetrian tubuh dan metamer

  4. Preparat yang telah diamati agar diawetkan, untuk kegiatan identifikasi dan determinasi pada acara praktikum selanjutnya









    1. HASIL DAN PEMBAHASAN


      1. Hasil

Gambar. Kupu-kupu Gambar.BuluBabi

Gambar. Bekicot





      1. Pembahasan

Kupu-kupu dan ngengat merupakan serangga yang tergolong ke dalam ordo Lepidoptera, atau serangga bersayap sisik. Secara umum kupu-kupu dibedakan dari ngengat atau kupu-kupu malam berdasarkan waktu aktifnya dan ciri-ciri fisiknya. Kupu-kupu umumnya aktif di waktu siang (diurnal), sedangkan ngengat kebanyakan aktif di waktu malam (nocturnal). Kupu-kupu beristirahat atau hinggap dengan menegakkan sayapnya, ngengat hinggap dengan membentangkan sayapnya. Kupu-kupu biasanya memiliki warna yang indah cemerlang, ngengat cenderung gelap, kusam atau kelabu. Meski demikian, perbedaan-perbedaan ini selalu ada perkecualiannya, sehingga secara ilmiah tidak dapat dijadikan pegangan yang pasti. Kupu kupu memiliki bentuk tubuh tagmatisasi yaitu penyatuan beberapa segman dalam beragam kelompok kelompok fungsi pada hewan bermetamer.

Echinodermata adalah sebuah filum dari hewan laut yang ditemukan hampir di semua kedalaman. Echinoidea (bulu babi) dikenal karena duri mereka yang mampu digerakkan. Bulu babi merupakan binatang triploblastik selomata yang mempunyai bentuk tubuh simetri radial yang terbagi menjadi 5 bagian, umumnya mempunyai duri, saluran pencernaan sempurna meski anus pada sebagian Echinodermata tidak berfungsi, hidup di laut, gerakan lambat dengan kaki pembuluh (ambulakral) yang terjadi dengan mengubah tekanan air yang diatur oleh sistem pembuluh air yang berkembang dari selom. Echinodermata adalah filum hewan terbesar yang tidak memiliki anggota yang mampu hidup di air tawar atau darat. Hewan-hewan ini juga sangat khas dalam bentuk tubuhnya, kebanyakan berdasarkan simetri radial (memiliki jari-jari yang simetris), khususnya simetri radial pentameral (terbagi lima). Walaupun terlihat primitif, Echinodermata adalah filum yang masih berkerabat relatif dekat dengan Chordata dan simetri radialnya berevolusi secara sekunder.

Gastropoda adalah kelompok hewan yang menggunakan perut sebagai alat gerak atau kakinya. Misalnya, Bekicot (Achatina fulica) hewan ini memiliki ciri khas berkaki lebar dan pipih pada bagian ventral tubuhnya. Gastropoda bergerak lambat menggunakan kakinya. Johnson (2003) menambahkan bahwa Gastropoda darat terdiri dari sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek. Ujung tentakel panjang terdapat mata yang berfungsi untuk mengetahui gelap dan terang. Sedangkan pada tentakel pendek berfungsi sebagai alat peraba dan pembau.Gastropoda akuatik bernapas dengan insang, sedangkan Gastropoda darat bernapas menggunakan rongga mantel. Bagian-bagian morfologi gastropoda dapat meliputi tentakel dorsal, mata, kepala, tentakel, kaki perut, sutura, apex dan ada yang mempunyai garis pertumbuhan pada cangkangnya (Berthold, 1991).

Klasifikasi Kupu-Kupu

Phyllum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Pieridae

Genus : Anthocharis

Spesies : A. cardamines


Klasifikasi Bulu Babi

Phyllum : Echinodermata

Subphyllum : Deuterostomia

Class : Echinoidea

Ordo : Regularea

Genus : Diadema

Spesies : Diadema sp


Klasifikasi Bekicot adalah sebagai berikut :

Phylum : Mollusca

Class : Gastropoda

Ordo : Pulmonata

Subordo : Stylommotophora

Famili : Achatinidae

Genus : Achatina

Species : Achatina fulica

V. KESIMPULAN

1. Kupu kupu memiliki bentuk tubuh tagmatisasi yaitu penyatuan beberapa segman dalam beragam kelompok kelompok fungsi pada hewan bermetamer.

2. Bekicot (Achatina fulica) memiliki ciri khas berkaki lebar dan pipih pada bagian ventral tubuhnya, serta bergerak lambat menggunakan kakinya. Bagian-bagian morfologi bekicot meliputi tentakel dorsal, mata, kepala, tentakel, kaki perut, sutura, apex dan ada yang mempunyai garis pertumbuhan pada cangkangnya.

3. Bulu babi merupakan binatang triploblastik selomata yang mempunyai bentuk tubuh simetri radial yang terbagi menjadi 5 bagian.













DAFTAR REFERENSI

Jasin, M. 1989. Sistematik Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya, Surabaya.

Clifford dan Stephenson. 1975. An Introduction To Numerical Classification. Academic Press, New York.