Selasa, 11 November 2008

aliZarIn rEd

I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Tulang maupun tulang rawan adalah bentuk jaringan penyambungan padat yang terspesialisasi yang matriksnya lentur dan luwes. Kedua jaringan itu melakukan fungsi kerangka yang bersifat struktural dan menanggung beban di dalam tubuh. Tulang secara arsitektur direncanakan sebagai jaringan yang ringan tapi luar biasa kuat untuk menanggung beban yang garis kekuatannya mengikuti garis tekanan yang diakibatkan oleh dukungan beban.
Tulang rawan sel sel batangnya proliferasi dan membentuk kondrosit kondrosit yang cepat mengelilingi mereka dengan matriks. Pada tulang sel sel batangnya mula mula berkembang menjadi osteoblas, sel pembentuk matriks yang luar biasa aktif yang lambat laun mengurung diri sendiri dalm suatu lakuna dan menjadi osteosit. Matriks tulang mengandung unsur yang sama seperti jaringan jaringan penyambung lainnya. Pengendapan ini oleh osteoblas disebut osifikasi. Pengendapan garam garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatuproses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambungan lain, seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Daerah yang belum terjadi kalsifikasi dalam matriks tulang, disebut osteosit.
TUJUAN
Tujuan dari praktikum kali ini adalah agar mahasiswa dapat mengerjakan prosedur pewarnaan alizarin dan mengamati proses kalsifikasi tulang pada embrio ayam.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tulang merupakan komponen utama dalam rangka tubuh yang dari sudut pandang teknologi merupakan penggabungan ketegaran dan kekuatan dengan berat terkecil yang memberi ciri yang unik. Sifatnya keras dan kaku, tulang mempunyai sifat elastis tertentu; ada tiga sifat yang bersama-sama membuat tulang sangat cocok dengan fungsinya sebagai rangka. Tulang membantu rangka tubuh dengan kekuatan yang penting untuk fungsinya sebagai tempat perlekatan dan pengungkit otot dan tegar serta menyokong tubuh melawan gravitasi. Rangka tubuh mempunyai fungsi pelindung penting, sebab melindungi otak dan medula spinalis, dan mengelilingi sebagian organ-organ pelvis dan toraks sebagai baju pelindung (Geneser, 1993).
Unsur- unsur jaringan penyambung yang sebenarnya yang ada terdiri atas sel-sel dan serat-serat yang tertanam dalam bahan dasar pekat dan cairan jaringan. Dalam jaringan-jaringan penunjang seperti tulang rawan dan tulang, sifat matriksnya bervariasi. Dalam tulang rawan bahan dasarnya setengah rapuh dan mengandung suatu kompleks protein-karbohidrat yang dikenal sebagai kondromukoid (Bevalender, 1988).
Tulang atau jaringan osteosa adalah sejenis jaringan ikat kaku yang menyusun sebagian besar kerangka dewasa. Matriksnya mengandung unsur anorganik, terutama kalsium fosfat, yang merupakan kurang lebih dua per tiga berat tulang. Secara makroskopik, tulang terbentuk spongiosa atau kompak (Lesson et al., 1990).
Tulang dapat dibentuk dengan dua cara, yaitu melalui mineralisasi langsung pada matriks yang disekresi oleh osteobla (osifikasi intra membranosa) atau melalui penimbunan matriks tulang pada matriks tulang rawan sebelumnya (osifikasi endokondral). Pada kedua proses tersebut, jaringan tulang yang pertama kali dibentuk adalah primer atau muda. Tulang primer adalah jaringan yang bersifat sementara dan tidak lama kemudian diganti oleh jenis tulang berlamel yang tetap, yang kemudian disebut tulang sekunder (Junqueira, 1995).
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah inkubator, gunting, pinset, gelas arloji, botol film, dan pipet tetes. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah embrio ayam kampong umur 16 hari, larutan alcohol 95%, larutan pewarna alizarin red, Larutan penjernih A, B dan C, larutan KOH 1% dan 2%, larutan gliserin murni, dan akuades.
B. Metode
Telur ayam yang telah diinkubasi atau dierami selama 16 hari dikeluarkan dari dalam cangkang dan diletakkan di atas gelas arloji.
Embrio dibersihkan dari membran ekstra embrional(amnion, alantolis, dan kantung yolk). Pada embrio sudah ditutupi oleh bulu maka bulu-bulu tersebut dibersihkan terlebih dahulu agar tulang yang telah mengalami proses kalsifikasi terlihat.
Setelah embrio bersih lalu dimasukkan kedalam botol film yang telah diisi larutan alkohol 95 % selama kurang lebih 12 jam.
Setelah 12 jam, larutan alkohol diambil dengan pipet kemudian diganti dengan larutan KOH 1 % dan dibiarkan selama 3 jam hingga otot menjadi transparan dan skeleton jelas terlihat.
Setelah 3 jam, larutan KOH 1 % diambil dengan pipet kemudian diganti dengan alizari red selama 3 jam hingga skeleton berwarna merah tua.
Setelah 3 jam larutan alizarin diambil kemudian diganti dengan larutan KOH 2 % selama 30 menit.
Setelah 30 menit larutan KOH 2 % diambil dan diganti dengan larutan penjernih A, B, dan C masing-masing 1 jam.
Kemudian larutan penjernih tersebut diganti dengan lerutan gliserin murni agar embrio tersebut awet.
Bagian tulang-tulang yang terwarnai berarti telah mengalami kalsifikasi dan kemudian digambar
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Gambar: Penulangan embrio ayam umur 13 hari
Keterangan Gambar:
1. Orbit 12. Keel
2. Mandible 13. Thoracic vertebrae
3. Cervical vertebrae 14. Uncinate process
4. Metecarpals 15. Pelvis
5. Ulna 16. Caudal vertebrae
6. Radius 17. Femur
7. Humerus 18. Ribs
8. Scapula 19. Patella
9. Coracoid 20. Tibio-tarsus
10. Calvicle “whis bone” 21. Tarso-metatarsus
11. Sternum
B. Pembahasan
Praktikum alizarin red kali ini menggunakan pewarna alizarin yaitu suatu pewarna yang dipakai untuk mewarnai tulang dalam mengamati proses kalsifikasi tulang pada embrio. Hasil dari pewarnaan akan menghasilkan warna merah tua karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang.Praktikum ini menggunakan beberapa larutan yang masing- masing larutan memiliki fungsinya masing- masing. Larutan alkohol 95% ini berfungsi sebagai fiksatif.Larutan KOH 1% berfungsi menyebabkan otot menjadi transparan dan skeletonnya terlihat jelas. Larutan pewarna alizarin sebagai pewarna skeleton hingga terwarna merah tua atau ungu. Pada penanganan embrio muda dapat ditinggalkan karena dapat mengakibatkan embrio menjadi terlalu lunak dan mudah hancur. Larutan penjernih A, B, dan C berfungsi untuk mengurangi kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi lebih transparan. Larutan glisern murni yang berfungsi sebagai pengawet spesimen.
Tulang yang menyusun sistem rangka berkembang dari sklerotoma yang merupakan derivat dari mesoderma dorsal. Tulang terbentuk melalui 2 cara dimana keduanya melibatkan transformasi dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang. Cara pertama ialah dengan konversi langsung dari jaringan mesenkim menjadi jaringan tulang yang disebut osifikasi intra membran dan khas bagi pembentukan tulang pipih yang menyusun tengkorak. Sel sel mesenkim yang mirip fibriblast berdiferensiasi menjadi osteoblast. Sel induk ini akan menumbuhkan serat kolagen dan akhirnya akan berdiferensiasi menjadi osteosit. Cara yang kedua ialah dengan osifikasi endokondral yaitu sel sel mesenkim berdiferensiasi terlebih dahulu menjadi kartilago. Pertumbuhan ini terjadi di dalam tulang rawan hialin yang terbentuk dengan cara ini adalah jenis tulang panjang dan tulang pendek yang terdapat pada alat gerak tubuh, ruas tulang belakang, dan pelvis. Ada 2 tahap proses penulangan dengan cara ini :
Hipertrofi dan penghancuran tulang rawan
Perembesan bahan tulang ke arah tulang rawan yang hancur
Fibroblast berdiferensiasi menjadi osteoblast yang memproduksi serat kolagen (Yatim, 1990).
Proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tulang sangat tergantung oleh mineralisasi matriks ekstra sel. Komponen matriks ekstra sel utama yang berperan dalam proses pengerasan tulang adalah garam kalsium. Pada embrio ayam, sumber kalsium adalah Ca karbonat pada cangkang. Pada embrio ayam pembentukan sistem rangka dimulai pada hari ke lima inkubasi, yang ditandai dengan kondensasi mesenkim prekartilago. Kondrifikasi dimulai pada hari ke delapan sedangkan osifikasi dimulai pada hari ke sembilan (Soeminto, 2002).
Tulang tengkorak pada hewan yang masih muda terpisah satu sama lain, setelah tua akan bersenyawa satu sama lain. Tulang tengkorak terdiri dari otak yang bulat, rongga mata dan rahang (maxilllae) yang terproyeksi keluar sebelah paruh, rahang bawah (mandibulae) bersendi antara tulang kepala dan leher yang merupakan sebuah sistem condyle (occipitale candyle). Tulang tengkorak merupakan tulang yang dibentuk dengan cara osifikasi intra membran (Yatim, 1990).
Menurut Karyadi (2000), telur yang diperoleh dari induk diambil pada hari ke lima sampai ke delapan. Telur tersebut diinkubasi pada 38-40 0C dengan kelembapan 55-60 %, pada hari ke 12 inkubasi, telur ditetaskan untuk mendapatkan embrio, kemudian dilakukan pengecatan tulang embrio dengan alizarin red-S dengan metode Cont.
Tulang yang terwarnai merah ketika embrio berumur 13 hari pada hasil praktikum ini ialah tarso metatarsus dan tibio fibula. Hasil praktikum kali ini semua tulang pada embrio terwarnai merah, hal ini karena pada saat pemasukkan larutan alizarin red, waktunya kurang lama dan pada percobaan ini tidak dimasukkan larutan KOH 2 % sehingga otot embrio kurang transparan.
Menurut Radiopoetro (1986), tulang-tulang yang terbentuk pada embrio ayam akan terlihat dengan jelas pada saat otot menjadi tampak jernih transparan (seperti tertera pada hasil pengamatan).
Vertebrae dan Costae
Vertebrae tersusun dalam columna vertebralis. Vertebra di daerah cervik mudah digerakkan, sedangkan di daerah badan sukar atau boleh dikatakan tidak mudah digunakan. Vertebra cervikalis berjumlah 8-9 buah. Vertebra cervikalis ke arah caudal dilajutkan dengan vertebra thorakalis. Suatu tonjolan yang mencuat ke cauda dorsal berguna untuk memperkuat dinding thoraks, dan disebut processus incinatus (uncinate prosess).
Sternum (tulang dada)
Cingulum membri anteriori (gelang bahu)
Clavucula, coracoid, dan scapula ketiga tulang ini bersama-sama membatasi suatu lubang yang disebut foramen triosseum, dan berfungsi sebagai kontrol untuk mengangkat sayap. Clavicula in menenpel pada coracoid bersendi pada muka sternum, dan keseluruhan scapula menempel pada coracoid.
Cingulum membri posterior (gelang pinggul)
Gelang pinggul terdiri dari tulang-tulang : illium, iscchium, dan pubis.
Skeleton membri liberi, ada dua, yaitu :
Skeleton membri anteri liberi
Skeletonnya mulai dari proximal ke distal berturut-turut adalah :
Humerus, ialah lengan atas bersendi pada cavitas glenoioalis.
Radius.
Ulna
Metacarpals
Digiti : pada aves tinggal tiga jari saja.
b. Skleton memberi posterior liberi
Skeletonnya dari proximal ke distal berturut-turut adalah:
femur
patela; ialah tulang lutut kecil
tibio tarsus; ialah persatuan dari dua tulang yaitu tulang tibia dan tarsalis
fibula; adalah tulang betis biasanya kecil sekali dan pendek
tarso metatarsus; ialah persatuan antara dua tulang yaitu tarso dan metatarsus
pholanges; ialah tulang jari-jari
digiti; pada ayam hanya ada empat
V. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan:
alizarin red yaitu suatu pewarna yang dipakai untuk mewarnai tulang dalam mengamati proses kalsifikasi tulang pada embrio.
Hasil dari pewarnaan akan menghasilkan warna merah tua atau ungu karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang.
Proses pewarnaan alizarin red dilakukan pada embrio ayam yang berumur antara 10-15 hari masa inkubasi.
Tulang pada embrio yang terwarnai merah pada praktikum kali ini ialah tibio fibula dan tarso metatarsus
DAFTAR REFERENSI
Bevalender, Geneser. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.
Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard, Copenhagen.
Junqueira, L.C. 1995. Basic Histology. Appleton & Lange, New York.
Karyadi, Bhakti., dkk. 2003. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh. Jurnal Penelitian UNIB. Vol. IX, No 2, Hal. 76-80. Bengkulu.
Lesson et al., 1990. Atlas of Histology. W.B. Saunders Company, London.
Radiopoetro. 1986. Zoologi. Erlangga, Jakarta.
Soeminto et al., 2002. Embriologi Vertabrata. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Yatim, W. 1990. Embryologi. Tarsito, Bandung.

vaginal smeAr

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Mamalia mempunyai aktivitas seksual sepanjang hidupnya. Aktivitas seksual tersebut selalu berubah-ubah, kadang tinggi dan kadang rendah. Periode yang menunjukkan bahwa hewan betina sedang mengalami aktivitas seksual tinggi yang ditunjukkan dengan tanda-tanda seperti gelisah dan berteriak-teriak memanggil pejantan disebut dengan istilah estrus. Istilah estrus semula hanya menunjukkan kehadiran periode keinginan seksual yang tinggi, yang diwujudkan melalui tingkah laku hewan tersebut, tetapi dengan diperolehnya data melalui percobaan, diketahui bahwa pada saat terjadi estrus juga terjadi perubahan-perubahan yang penting dalam hewan tersebut, yang sangat erat kaitannya dengan saat ovulasi, yang biasanya bersamaan dengan fase estrus.
Setiap hewan mempunyai siklus estrus yang berbeda-beda, ada golongan hewan monoestrus (estrus sekali dalam satu tahun), golongan hewan poliestrus (estrus beberapa kali dalam satu tahun), dan golongan hewan poliestrus bermusim (estrus hanya selama musim tertentu dalam setahun). Daur atau siklus estrus terdiri dari empat fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Marmut memiliki siklus estrus yang pendek, oleh karena itu hewan ini dirasa paling cocok digunakan untuk percobaan.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan prosedur pembuatan preparat apus vagina, mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam preparat tersebut dan menentukan fase estrus dari hewan uji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Vagina merupakan saluran terdepan sistem pembiakan betina, antara vestibule genitalia luar dan cervix. Dinding terdiri dari 3 lapis, yaitu mukosa, otot polos, dan jaringan ikat (adventitia). Lapisan mukosa terdiri dari epitel dan lamina propia. Sel epitel beberapa lapis dan terluar menggepeng, dalam keadaan normal lapisan epitel ini tak menanduk pada Primata, tapi menanduk pada Rodentia. Pada Rodentia sel-sel epitel menanduk ini dijumpai waktu dilakukan usapan vagina (Yatim, 1982).
Vagina tidak memiliki kelenjar sehingga yang membasahi vagina berasal dari lendir cervix, hanya di vestibule genitalia luar terdapat kelenjar. Lamina propia kaya akan pembuluh darah, rangsangan sex waktu coitus darah ini sumber cairan yang membasahi vagina (Yatim, 1982).
Menurut Nalbandov (1990), vagina memiliki panjang rata-rata 6,9 cm, dengan kontribusi bagaian-bagiannya adalah sebagai berikut :
Macam : kapur
Jumlah : 6,1 gram
Padatan : 98,4%
Waktu untuk lewatnya telur : 18-22 jam
Macam : mukus
Jumlah : 0,1
Waktu untuk lewatnya telur : 1/60 jam
Vagina mamalia terbagi menjadi dua bagian, yaitu vestibulum (bagian terluar vagina) dan vagina posterior (meluas dari muara uterus sampai serviks). Dinding otot pada vagina kurang berkembang bila dibandingkan dengan bagian sistem duktus yang lain. Dinding otot terdiri atas lapisan tipis otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler yang lebih tebal. Jaringan pengikat longgar dan padat yang besar jumlahnya, yang disuplai oleh anyaman vena, berkas-berkas syaraf, dan kelompok-kelompok kecil sel-sel syaraf, merupakan tanda-tanda karakteristik vagina (Nalbandov, 1990).
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu mikroskop cahaya, gelas obyek, gelas penutup, dan kapas steril/cotton bud.Bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah marmut betina masak kelamin yang tidak sedang hamil, larutan NaCl 0,9%, larutan alkohol 70%, dan pewarna methylen blue 1% akuosa.
B. Metode
Gelas obyek dibersihkan dengan alkohol 70% dan dikeringkan dengan udara.
Marmut betina diperiksa, dipegang dengan telapak tangan kanan. Ditelentangkan di atas telapak tangan, tengkuk dijepit dengan ibu jari dan telunjuk, ekor dijepit diantara telapak tangan dan jari kelingking.
Ujung cotton bud dibasahi dengan larutan NaCl 0,9% dan dimasukkan perlahan-lahan ke dalam vagina marmut sedalam ± 5mm, diputar searah jarum jam dua hingga tiga kali.
Ujung cotton bud tersebut dioleskan pada gelas obyek dua atau tiga baris olesan dengan arah yang sama (sejajar).
Ulasan vagina pada gelas obyek ditetesi pewarna methylen blue 1%, digoyang-goyangkan supaya merata dalam permukan olesan. Dibiarkan selama 5 menit.
Sediaan dicuci pada air mengalir, kemudian ditutup dengan gelas penutup.
Sediaan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah, baru kemudian dengan perbesaran kuat.
Gambaran sel pada sediaan dengan standar dibandingkan.
Ditentukan fase estrus hewan uji.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gambar fase estrus
Keterangan :
1. sel epitel terkornifikasi
B. Pembahasan
Peristiwa-peristiwa fisiologis yang utama pada siklus estrus terjadi pada ovarium, kejadian-kejadian tersebut ternyata tercermin pada perubahan-perubahan yang terjadi pada vagina di bawah pengaruh hormon-hormon ovarium, yakni estrogen dan progesteron. Histologi epitelium vagina tidak tinggal tetap diam selama siklus. Epitelium vagina secara siklik rusak dan dibangun kembali, bervariasi dari bentuk skuama berlapis sampai kuboid rendah. Perubahan siklik ini dapat diikuti dengan menggunakan teknik preparat apus vagina, yakni dengan mengeruk debris yang terkumpul di lumen dan memeriksanya di bawah mikroskop. Tipe-tipe epithelium yang mendominasi preparat apus tersebut memberikan petunjuk apakah epithelium vagina sedang distimulasi atau tidak oleh estrogen (Nalbandov, 1990).
Vaginal smear atau yang lebih dikenal dengan apus vagina ialah. Perubahan-perubahan histologis vagina terjadi pada semua mamalia betina selama siklus estrus. Teknik preparat apus vagina ternyata paling berfaedah, terutama pada spesies yang memiliki siklus estrus pendek (mencit dan tikus), karena pada spesies ini, histologi vagina dapat mencerminkan kejadian-kejadian pada ovarium paling tepat. Spesies dengan siklus yang lebih panjang, seperti pada wanita dan pada semua hewan domestikasi, akan mengalami keterlambatan satu sampai beberapa hari dari perubahan ovarium, sehingga preparat apus vagina kurang dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai indikator kejadian di ovarium. Kecuali itu, betina dengan siklus panjang menunjukkan variasi individu yang sangat nyata, dan hal ini juga yang mengakibatkan apliaksi teknik kurang tepat dan kurang berguna.Tikus yang siklusnya berakhir sekitar empat hari, perbandingan yang seksama telah dilakukan antara morfologi ovarium dengan histologi vagina, dan siklus estrus telah dibagi ke dalam tahap-tahap siklus (Nalbandov, 1990).
Macam macam dari daur pembiakkan antara lain adalah siklus uterus, siklus menstruasi, siklus anovulatoir, siklus vagina, dan siklus mamae. Siklus uterus adalah siklus yang menyebabkan terjadinya perubahan perubahan pada uterus selama siklus estrus. Siklus menstruasi adalah meregenerasinya korpus luteum yang diikuti oleh penghancuran endometrium dengan pendarahan, pada manusia dan kera hal ini kira kira terjadi dua minggu setelah terjadinya ovulasi. Kadang kadang folikel tidak pecah sehingga tidak terbentuk korpus luteum dan tidak ada fase sekresi endometrium, tetapi menstruasi terjadi pada akhir fase proliferasi, fase ini disebut dengan siklus anovulatoir. Epitel pada vagina juga mengalami siklus yang disebut siklus vagina. Sediaan apus vagina dapat digunakan untuk mempelajari perubahan perubahan yang terjadi pada dinding vagina sehingga stadium siklus dapat ditentukan dengan tepat. Siklus mamae yang terjadi pada kera dan mamalia renah memiliki koordinasi pertumbuhan dan regresi glandula mamae dengan siklus ovarium manusia sebelum mensis, buah dada cenderung untuk menjadi besar dan tegang (Syahrum et al, 1994)
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui dari sel yang tampak yaitu epitel mengalami penandukkan (terkornifikasi) menunjukkan bahwa marmut sedang mengalami fase estrus. Pertumbuhan yang cepat dan kornifikasi epitelium vagina selama dan pada akhir estrus disebabkan oleh estrogen.Naiknya kadar estrogen pada marmut juga memberikan kontribusi pada menurunnya kadar kalori pada marmut ( Frisch, 1975).
Siklus estrus adalah waktu antara periode estrus. Betina memiliki waktu sekitar 25-40 hari pada estrus pertama. Mencit merupakan poliestrus dan ovulasi terjadi secara spontan.durasi siklus estrus 4-5 hari dan fase estrus sendiri membutuhkan waktu. Tahapan pada siklus estrus dapat dilihat pada vulva. Fase-fase pada siklus estrus diantaranya adalah estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus. Periode tersebut terjadi dalam satu siklus dan serangkaian, kecuali pada saat fase anestrus yang terjadi pada saat musim kawin (Nongae, 2008)Fase proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan berhentinya progesteron dan memperluas untuk memulai estrus. Pada fase ini terjadi pertumbuhan folikel yang sangat cepat. Akhir periode ini adalah efek estrogen pada sistem saluran dan gejala perilaku perkembangan estrus yang dapat diamati (Nongae, 2008). Menurut Shearer (2008), fase proestrus berlangsung sekitar 2-3 hari dan dicirikan dengan pertumbuhan folikel dan produksi estrogen. Peningkatan jumlah estrogen menyebabkan pemasokan darah ke sistem reproduksi untuk meningkatkan pembengkakan sistem dalam. Kelenjar cervix dan vagina dirangsang untuk meningkatkan aktifitas sekretori membangun muatan vagina yang tebal. Fase estrus merupakan periode waktu ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan melakukan perkawinan. Ovulasi berhubungan dengan fase estrus, yaitu setelah selesai fase estrus (Nongae, 2008). Pada fase ini estrogen bertindak terhadap sistem saraf pusat. Selama fase ini sapi menjadi sangat kurang istirahat yang kemungkinan dapat kehilangan dalam memperoduksi susu selama fase ini berlangsung. Pasokan darah ke dalam sistem reproduksi meningkat dan sekresi kelenjar dirangsang dengan membangun viscid mucus yang dapat diamati pada vulva. Kira-kira setelah 14-18 jam, fase estrus mulai berhenti. Selanjutnya betina tidak mengalami ovulasi hingga setelah fase estrus (Shearer,2008).
Fase metestrus diawali dengan penghentian fase estrus Umumnya pada fase ini merupakan fase terbentuknya corpus luteum sehingga ovulasi terjadi selama fase ini. Selain itu pada fase ini juga terjadi peristiwa dikenal sebagai metestrus bleeding (Nongae,2008). Fase diestrus merupakan fase corpus luteum bekerja secara optimal. Pada sapi hal ini di mulai ketika konsentrasi progresteron darah meningkat dapat dideteksi dan diakhiri dengan regresi corpus luteum. Fase ini disebut juga fase persiapan uterus untuk kehamilan (Nongae, 2008). Fase ini merupakan fase yang terpanjang di dalam siklus estrus. Terjadinya kehamilan atau tidak, CL akan berkembang dengan sendirinya menjadi organ yang fungsional yang menhasilkan sejumlah progesterone. Jika telur yang dibuahi mencapai uterus, maka CL akan dijaga dari kehamilan. Jika telur yang tidak dibuahi sampai ke uterus maka CL akan berfungsi hanya beberapa hari setelah itu maka CL akan meluruh dan akan masuk siklus estrus yang baru (Shearer,2008).
Ciri- ciri lain dari siklus estrus pada mencit adalah pada fase diestrus, vagina terbuka kecil dan jaringan berwarna ungu kebiruan dan sangat lembut. Pada fase proestrus, jaringan vagina berwarna pink kemerahan dan lembut. Pada fase estrus, vagina mirip dengan pada saat fase proestrus, namun jaringannya berwarna pink lebih terang dan agak kasar. Pada fase metestrus 1, jaringan vagina kering dan pucat. Pada metestrus II, vagina mirip metestrus 1 namun biobir vagina edematous (Hill, 2006).
Peristiwa penting dalam daur estrus mamalia tingkat rendah dan daur menstruasi primata adalah ovulasi, yaitu pelepasan sebuah telur yang matang dari folikel dalam ovarium. Telur ini harus dilepaskan jika ada kemungkinan telah terdapat sperma dalam oviduk dan jika lapisan uterus, endometrium berada dalam keadaan yang baik untuk memungkinkan implantasi telur yang telah dibuahi. Ovulasi disebabkan oleh sentakan LH yang disekresi oleh pituitary sebagai respon terhadap GnRH yang disekresi oleh hipotalamus (Ville et al., 1988).
Ovulasi didefinisikan sebagai melewatinya sel telur dari folikel graft. Ovulasi pada semu spesies mamalia ternak terjadi pada periode estrus atau sebelum estrus berakhir. Ovulasi secara umum diinduksi oleh hormon LH (Lituinizing Hormon), tetapi mekanismenya secara pasti belum diketahui. Ovulasi dimulai dengan membesarnya folikel ovari, terutama oleh banyak jumlah cairan yang dihasilkan, kemudian tunik albuginea ovari tertekan dan menimbulkan penonjolan, serta penipisan permukaan ovari yang hampir sama dengan titik abses yang menonjol pada permukaan tubuh dan akhirnya pecah. Cairan folikel serta ovum terlempar ke rongga peritonial di sekitar infendibulum ovduk atau tuba uterin (Hafez, 1968).
Menurut Yatim (1982), genitalia atau alat kelamin betina terdiri dari alat kelamin primer (utama) yaitu ovarium, dan alat kelamin sekunder (tambahan) yaitu :
genitalia dalam :
saluran
kelenjar lender dan kelenjar susu
genitalia luar :
kelenjar susu
permukaan lubang keluar
Saluran terdiri dari tuba, uterus, vagina. Kelenjar menggetahkan lendir berada di dalam saluran, tidak berupa organ khusus. Kelenjar menggetahkan susu sesungguhnya termasuk sistem kulit. Namun karena fungsi dan tabiat strukturnya ia tergolong sistem pembiakan (Yatim, 1982).
Organ reproduksi betina pada mamalia berupa ovarium yang berbetuk pipih dalam keadaan istirahat, tetapi berbentuk bulat, panjang, benjolan-benjolan pada tepinya pada fase reproduksi. Ovarium berada sangat dekat pada suatu lubang berbentuk seperti corong (oesteum) di ujung distal tbae uterina (oviductus = saluran telur) pada tepi lubang oesteum terdapat jumbai yang disebut fimbria. Oviductus di dekat ujung oesteum yang agak mengalami dilatasi disebut ampula, setelah melewati bagian ini, apalagi setelah mencapai uterus, telur sudah tidak dapat dibuahi oleh spermatozoa lagi. Oviductus mamalia selain sebagai jalan sel telur menuju ke uterus juga berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses pembuahan. Uterus ini berfungsi sebagai tempat berlangsungnya perkembangan embrio (memberi tempat, melindungi dan memberi nutrisi serta membantu ekresi) (Soeminto, 2000).
Betina dari sebagian besar spesies mamalia mempunyai daur masa nafsu birahi dan keinginan kawin pada waktu-waktu tertentu, yang disebut masa estrus atau masa ”birahi”, ketika keadaannya optimal bagi penyatuan telur dengan sperma. Sebagian besar hewan liar mempunyai masa estrus sekali setahun, anjing dan kucing tiga atau empat kali, dan tikus tiap empat atau lima hari. Estrus ditandai dengan meningkatnya nafsu birahi, ovulasi dan perubahan dalam dinding vagina dan uterus. Dinding vagina menebal setelah estrus kemudian kelenjar-kelenjar serta pembuluh-pembuluh darahnya berkembang untuk menyediakan lingkungan yang optimal bagi embrio. Sebaliknya, daur primata ditandai dengan masa perdarahan vagina yang disebut menstruasi, yaitu akibat dari degenerasi dan mengelupasnya lapisan endometrium dari uterus (Ville et al., 1988).
Siklus estrus memiliki perbedaan dibandingkan dengan siklus menstruasi. Perbedaannya antara lain :
Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus.
pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan endometrium pada uterus akan luruh keluar tubuh, sedangkan pada siklus estrus, jika tidak terjadi pembuahan, endomentrium akan direabsorbsi oleh tubuh.
Dilihat dari siklus estrus, binatang menyusui mempunyai periode estrus tertentu, pada saat itu terjadi ovulasi dan perkawinan
Dilihat dari siklus menstruasi, ovulasi tidak diikuti mensis atau perkawinan dan akhir fase luteal ditandai dengan perdarahan dan pelepasan jaringan
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Vaginal smear dapat digunakan untuk mengidentifikasi tipe-tipe sel dalam sediaan apus vagina dan untuk menentukan fase estrus hewan uji.
Pada praktikum vagina smear didapatkan fase estrus pada marmot betina yang ditandai dengan hilangnya semua leukosit dan epitel berinti, hanya ada epitel bertanduk yang bentuknya besar-besar.
Macam macam daur pembiakkan antara lain adalah siklus uterus, siklus menstruasi, siklus anovulatoir, siklus vagina, dan siklus mamae.
DAFTAR REFERENSI
Frisch, R.E. 1975. Body weight and Food Intake at Early Estrus of Rats on a High Fat Diet.
Hafez, E. S. E. 1968. Reproduction in Farm Animals. Lea & Febiger, Philadelphia.
Hill, Mark. 2006. Estrous Cycle. The university of new south wales.
Nalbandov, A. V. 1990. Reproductive Physiology of Mammals and Birds. W. H. Freeman and Company, San Fransisco.
Nongae. 2008. Estrus Cycle. http://nongae.gsnu.ac.kr/~cspark/teaching/chap5.html. Tanggal akses 10 Mei 2008
Shearer, J. K. 2008.Reproductive and Physiology of Dairy Cattle.University of Florida.Florida.
Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Unsoed, Purwokerto.
Syahrum et al., 1994. Reproduksi dan Embriologi. FKUI, Jakarta
Ville et al., 1988. General Zoology. W. B. Saunders Company, Philadelphia.
Yatim, W. 1982. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.